Pada Euro 2012 lalu, publik
terheran-heran kala skuad Spanyol kontra Italia dilansir. Tak satu pun tipikal
penyerang murni diturunkan Vicente del Bosque. Padahal, daftar pemain La Furia
Roja bercokol striker haus gol semisal Fernando Torres, Fernando Llorente dan
Alvaro Negredo.
Putusan sang entrenador berbuah
manis. Duet bek tengah lawan kelimpungan lantaran aliran bola Xavi Hernandez cs
kian sulit diterka. Spanyol melenggang ke final dan menaklukkan Italia. Kata
"inovasi" lantas mencuat.
Sejatinya, Spanyol bukanlah tim
pertama yang menggunakan formulasi false
nine. Penyerang Austria medio 1930-an, Matthias Sindelar menjadi pelakon
pertama. Formulasi false nine terus
menunjukkan eksistensi hingga era sepak bola modern. (Anju/DuniaSoccer)
Sembilan Pelakon False nine
1. Matthias Sindelar
Pelatih Hugo Meisl
memperkenalkan formasi 2-3-2-3 (W-W) bersama tim nasional Austria. Sang kapten,
Matthias Sindelar yang melakoni tugas penyerang utama.
Pergerakan Sindelar sendiri
cukup dinamis dan kerap turun ke lini tengah. Lantaran kreativitas dan
kemampuannya menciptakan peluang, dia lantas dijuluki "The Mozart of
Football". Pada penghujung karier internasional, catatan 27 gol dari 43
laga mewarnai curriculum vitae sang pemain. Cukup produktif.
2. Nandor Hidegkuti
Dengan formasi 4-2-4, Hungaria
membungkam sang juara Olimpiade dengan rekor tak terkalahkan selama tiga tahun,
Inggris di depan publik Wembley pada 25 November 1953. Jelang laga, sorotan
tentu tertuju pada Ferenc Puskas, yang mengisi satu dari empat pos striker.
Hanya saja, sinar justru
menaungi Nandor Hidegkuti. Posisi Hidegkuti sungguhlah unik. Dia menjadi pemain
yang mengenakan nomor punggung sembilan, namun justru berdiri pada skema dua
gelandang. Tak sekedar menyusun pola serangan, Hidegkuti kerap merengsek naik
hingga ke kotak penalti. Tak heran, hat-trick ditorehkan pada laga ini.
3. Johan Cruyff
Kala membicarakan peran false nine, sosok Johan Cruyff sering
terlupakan. Padahal, dalam formasi 1-3-3-3 ala Rinus Michels, Cruyff
merepresentasikan formula tersebut. Dialah penerjemah dari filosofi Total
Football di Ajax Amsterdam maupun tim nasional Belanda.
Dalam sistem lawas tersebut,
Cruyff tak hanya berdiri sebagai penyerang utama. Pergerakannya kerap melebar
atau bertukar dengan sang gelandang tengah, Johan Neeskens. Dengan menerka
pergerakan Cruyff dan Neeskens, pemain Belanda lainnya pun saling mengisi ruang
kosong seperti lazimnya strategi Total Football.
4. Dennis Bergkamp
Setelah Johan Cruyff, Belanda
kembali melahirkan support striker nan jenius. Dialah Dennis Bergkamp. Gaya
permainan penyerang berjuluk "The Non-Flying Dutchman" ini pun serupa dengan
Cruyff.
Lantas, mengapa sebutan false nine layak disematkan pada
Bergkamp? Laiknya pemain bernomor punggung 10, Bergkamp memang bertugas sebagai
pelayan Thierry Henry. Namun, sejatinya tak ada tugas striker utama dalam skema
Arsene Wenger. Henry lebih banyak memberi terapi kejut dari sisi sayap,
sedangkan Bergkamp juga sering turun ke bawah untuk menjemput bola. Tugas
pencetak gol dan pelayan pun dilakoni bersama.
5. Francesco Totti
Luciano Spaletti merupakan salah
satu sosok pelatih yang mengenalkan kembali formula false nine pada era sepak bola modern. Lantaran krisis striker pada
2006 lalu, dia menerapkan formasi 4-1-4-1 untuk AS Roma. Il Capitano, Francesco
Totti berdiri seorang diri sebagai ujung tombak.
Intelegensia seorang Totti
memudahkannya dalam membuka ruang dan menciptakan peluang. Tak sekedar
melayani, Totti juga berhasil menunaikan tugasnya sebagai sumber gol I
Giallorossi. Total, dia mencatat 26 gol pada akhir musim Serie-A.
6. Carlos Tevez
Formula false nine berujung trofi Liga Champions 2008 untuk Manchester United. Bukan Wayne Rooney bukan pula Cristiano Ronaldo, melainkan Carlos Tevez jadi pelakonnya.
Dengan semangat juang yang lebih
ketara ketimbang Ronaldo dan Rooney, keberadaan Tevez sebagai striker utama pun
lebih dominan sebagai pelayan. Alhasil, skenario tak lazim terjadi. Sumbangsih
gol didominasi oleh salah satu pos winger, yang diisi Cristiano Ronaldo. Pada
akhir musim, 42 gol dicatatkan Ronaldo.
7. Lionel Messi
Final Liga Champions 2009
mengawali kiprah Messi sebagai pelakon false
nine. Kala itu, Pep Guardiola menugaskan Messi sebagai penyerang tengah,
namun tak jarang menjemput bola ke lini tengah. Sedangkan sang goal getter
utama, Samuel Eto'o justru diinstruksikan menyisir sisi kanan.
Terbukti jitu, kedua pemain
berhasil menjebol gawang Manchester United yang dijaga Edwin van der Sar.
Bahkan, gol Messi lahir melalui proses yang tak lazim untuk seorang false nine. Dia menyambut umpan lambung
Xavi Hernandez dengan tandukan kepalanya.
8. Robin van Persie
Formula false nine mulai dicicipi van Persie saat membela Arsenal pada musim 2009-10. Manajer Arsene Wenger menerapkan skema 4-3-3 dengan pos striker utama yang diisi Nicklas Bendtner. Saat penurunan peforma ditunjukkan Bendtner, van Persie pun mulai melakoni tugas sebagai false nine.
Dia tetap setia melakoni peran
tersebut saat bergabung dengan Manchester United. Bahkan, duetnya bersama Wayne
Rooney melahirkan formulasi unik. Van Persie menyebutnya pola 9 1/2. Secara
bergantian, van Persie dan Rooney mengisi peran pemain bernomor punggung 9 dan
10.
Memang sulit menerka posisi
Robin van Persie sesungguhnya. Tak hanya mencetak gol, kemampuannya dalam
melepaskan umpan silang, menggiring bola dan membuka ruang dengan intelegensia
sungguh menakjubkan. Penulis buku "Inverting the Pyramid", Jonathan
Wilson pun melabeli van Persie sebagai "the falsest nine in
football".
9. Luis Suarez
Kondisi minim striker yang
dialami Liverpool justru jadi keuntungan untuk Luis Suarez. Setelah kepergian
Andy Carroll, pos striker tunggal pun beralih ke pemain asal Uruguay ini.
Tugas membuka ruang dilakoni
Suarez. Terlebih, The Reds memiliki para gelandang dengan kecepatan tinggi
seperti Raheem Sterling. Akan tetapi, catatan gol Suarez juga cukup impresif.
Dia menjadi top skorer sementara Premier League dengan catatan 10 gol.
No comments:
Post a Comment