Friday, June 24, 2011

Aime Jacquet - Peletak Fondasi Les Blues


Prestasi Prancis di akhir 90-an tak lepas dari andilnya. Tim bentukannya di Piala Dunia 1998 mampu bertahan hingga Piala Eropa 2000.
Timnas Prancis di akhir tahun 90-an sangat dirindukan publik Prancis. Prancis menjadi tim kedua setelah Jerman (Barat) yang mampu menyandingkan gelar juara dunia dengan juara Eropa. 
Salah satu aktor dibalik prestasi menjulang tersebut adalah Aime Jacquet. Dialah pelatih Prancis kala Prancis menjuarai Piala Dunia 1998. Memang, ia tak lagi berdiri di bench kala Prancis menjadi juara Euro 2000. Namun, fondasi tim juara tersebut adalah bentukan Jacquet.
Sang suksesor, Roger Lamerre, banyak menimba ilmu kala menjadi asisten Jacquet. Terbukti,  Lamerre, tak banyak merombak “the winning team”. Di luar empat wajah baru, Lamerre membawa 18 wajah lama di skuad Piala Dunia 1998.
Gaya permainan Les Blues dibawah asuhan Lamerre tak jauh berbeda dibanding tahun 1998. Zinedine Zidane sebagai jendral lapangan tengah disokong dua gelandang bertahan, Petit dan Deschamps. Empat pemain belakang menerapkan zona marking. Taktik adalah temuan Jacquet.
Kembalikan Kepercayaan
Sebelum merenggut trofi Piala Dunia, prestasi Prancis selalu mengecewakan Paling parah adalah saat kualifikasi Piala Dunia 1994. Hanya membutuhkan satu poin di sisa dua pertandingan, dua laga terakhir Prancis yang dimainkan di kandang berujung kekalahan.
            Ketika Jacquet mengambil tongkat kepelatihan dari Houllier, keraguan tetap membayang. Publik terlanjur tak percaya dengan timnasnya. Taktik defensif yang ia adopsi pada awal kepemimpinannya mengundang kritik. Pers Prancis mulai cemas terhadap taktik Jacquet yang dianggap kuno.
Apapun capaian Les Blues, publik terus skeptis. Sikap tersebut tak berubah walau Prancis berhasil menggapai semifinal di Piala Eropa 1996. Bahkan, pada Juni 1997, tuntutan mundur terdengar di stadion karena Perancis finish di belakang Brasil, Inggris dan Italia saat melakoni Tournui de France, turnamen pemanasan sebelum Piala Dunia 1998. Jacquet dinilai media tidak kompeten.
Ketidakpercayaan media memuncak pada Mei 1998. Diminta memberikan daftar 22 pemain, Jacquet malah memberikan daftar 28 pemain untuk bermain di Piala Dunia. L'Équipe, langsung menuliskan editorial yang mengatakan bahwa Jacquet bukan orang yang tepat untuk memimpin Prancis.
Ditengah badai kritik, Jacquet memilih diam. Performa tim di lapangan adalah cara yang dia pilih untuk menjawab dari segala cerca. Prancis terus melaju di Piala Dunia 1998. Rekor sempurna mereka raih di babak penyisihan. Paraguay, Italia, dan Kroasia tak mampu menghadang Tim Ayam Jantan di babak knock out. Terakhir, tim unggulan, Brazil, tumbang tiga gol tanpa balas di laga final. Trofi Piala Dunia pun diserahkan Sepp Blatter ke tuan rumah.
Jacquet pun membuktikan siapa orang yang tepat menahkodai Les Blues. Namun, kejutan dibuatnya tepat di malam paling berbahagia untuk sepak bola Prancis, Jacquet mundur pasa saat berada di puncak.
Meski begitu, dia tak langsung lepas dari Les Blues Jacquet tetap menjjadi direktur teknik timnas Prancis hingga 2006. Posisi itu membuatnya bisa mengawasi fondasi sukses Les Blues. (anju)

Berani Mendepak Bintang
Memasuki periode 90-an setelah era Michael Platini, Prancis kembali memiliki bakat besar macam Eric Cantona, David Ginola, dan Jean Pierre Papin. Namun, deretan bintang tersebut kerap berulah. Eric Cantona mendapat skorsing panjang akibat tendangan kungfu ke suporter. Ginola terlalu  menikmati status kebintangannya di luar lapangan.
Padahal, Les Blues digadang-gadang sebagai Brazil-nya Eropa. Namun, hasil di lapangan berujung antiklimaks. Prancis gagal total dalam tiga perhelatan akbar. Jangankan bersaing untuk meraih gelar, lolos ke putaran Piala Dunia (1990 dan 1994) saja mereka tak mampu.
Jelang Euro 1996, Jacquet meminggirikan nama-nama besar tersebut. Dia menyatakan lebih membutuhkan pemain yang bisa diandalkan daripada seorang bintang lapangan. Tuntutan pers Inggris agar David Ginola, dianggap pesakitan Prancis saat tak lolos USA 94, diberi kesempatan kedua tak digubris. “Aku tidak bekerja untuk menyenangkan orang Inggris”, ujar Jacquet.
Cantona yang sempat diplot Jacquet sebagai kapten dan playmaker pun tak dipanggil usai masa skorsingnya. Nama-nama seperti Laurent Blanc, Didier Deschamps, Youri Djorkaef, dan Zinedine Zidane menjadi tulang punggung baru Les Blues.
Keputusan Jacquet pun berujung prestasi. Babak semifinal berhasil digapai Les Blues pada Euro 1996. Prancis untuk pertama kalinya berhasil menggondol trofi Piala Dunia saat menjadi tuan rumah tahun 1998. Terbukti nyata pilihan Jacquet sungguh tepat.

Skuad Multietnis
Kritik langsung menerpa Aime Jacquet kala pemilihan pemain untuk berlaga di Piala Dunia 1998. Para pilar Les Blues sebagian besar terdiri dari imigran negeri-negeri bekas jajahan Prancis. Politisi sayap kanan Prancis, Jean-Marie Le Pen, mengecam etnis minoritas seperti Zinedine Zidane, Marcel Desailly, Liliam Thuram, Christian Karembeu, atau Youry Djorkaeff. Bagi orang seperti Le Pen, orang Prancis aslilah yang paham dan bisa menyanyikan lagu kebangsaan 'La Marseillaise'.
Akan tetapi, seiring laju Les Blues yang tak tertahan, banjir kritik pun mulai surut. Hal tersebut ditandai dengan poster raksasa Zidane yang terpampang di semua sudut Marseille, kota yang dihuni oleh banyak keturunan imigran Aljazair.
Puncaknya adalah saat Brasil tumbang tiga gol tanpa balas di Stade de France. Zidane bersama keturunan imigran lainnya menjadi pahlawan nasional. Ratusan ribu orang menyambut dan mengarak mereka di Avenue des Champ-Elysees: Zizou! allez Francais, allez Francais!

Fakta Jacquet
Nama: Aime Jacquet
Lahir: Sail-sous-Couzan (France), 27 November 1941
Karier Pelatih: Olympique Lyon (1976 - 1980), Bordeaux (1980 – 1989), Montpellier (1989 - 1990), AS Nancy-Lorraine (1990 – 1991). Prancis (1993 - 1998)
Prestasi: Juara Ligue 1 in 1984, 1985 and 1987 (Bordeaux), Juara Coupe de France 1986 and 1987 (Bordeaux), Juara FIFA World Cup 1998 (Timnas Prancis)


*Tulisan ini juga terdapat pada rubrik SOCCER CLASSIC Tabloid SOCCER, Edisi 51/XI, 18 Juni 2011

No comments:

Post a Comment